Powered By Blogger

Tuesday, March 19, 2013

Makna Tembang Lir-Ilir



Memaknai Tembang Lir-ilir


Hawa sejuk terasa dari angin yang sepoi-sepoi basah
Duduk santai sambil menikmati udara segar
Karena di depan mata terlihat tanaman padi mulai bersemi
Mulai bangun dari tidurnya
Terlihat hijau ranau bagaikan pengantin baru yang sedang menikmati bulan madu
Wahai anak gembala
Ambilkan aku buah belimbing
Walau pohonnya licin, tolong ambilkan
Sebab buah belimbing itu untuk mencuci pakaianmu sendiri

Lihatlah bajumu mulai robek di pinggir-pinggirnya
Jahitlah dan rapikan
Sebab nanti malam ada pesta
Mumpung malam terang bulan
Dan tempat pestanya cukup untuk banyak orang
Maka bergembiralah kamu dan bersenang-senanglah

***

Masih ingat dengan lirik diatas ?
Ya, lirik diatas adalah versi terjemahan bebas bahasa indonesia ala saya yang diambil dari lirik “lir Ilir” karya Sunan Kali Jaga.
Ada pesan yang mendalam dari lagu yang diciptakan salah satu wali songo yang terkenal di tanah jawa atau tanah jawi.
Lagu ini mengisahkan tentang perkembangan Islam pada waktu itu, dimana masyarakat jawa mulai banyak yang memeluk agama Islam dan juga raja-raja jawa yang diibaratkan seperti pengantin baru yang sedang menikmati bulan madu.
Sunan Kali Jaga ingin berpesan melalui lagu ini bahwa menyebarkan agama Islam tidaklah mudah. Butuh ketekunan serta kesabaran dan keberanian luar biasa agar Agama Islam bisa diterima dengan baik oleh masyarakat yang digambarkan melalui baitnya “Anak gembala/cah angon“. Anak gembala diibaratkan sebagai orang yang mampu menjadi imam yang baik bagi makmumnya yang mengajarkan syariat Islam. Syariat itu terdiri dari lima ajaran Islam. Buah belimbing mempunyai lima sisi sebagai gambaran rukun Islam yang lima.
Selagi masih ada kesempatan dan waktu yang masih tersisa, manusia-manusia yang bersih hatinya karena baru mengenal ajaran Islam diminta memperbaiki akhlaknya atau menjahit bajunya yang robek-robek. Yaitu pakaian ketakwaan kepada yang maha Esa.
Kelak ketika hari akhir telah tiba, manusia-manusia yang sudah berpakaian ketakwaan akan bersorak sorai menuju ridha Ilahi, karena telah siap bertemu dengan sang pencipta.
Lagu lir-ilir memberikan kita pelajaran, hendaknya manusia menyadari bahwa hidup di dunia ini tidak lama, seperti pohon padi. Sejatinya kita harus bangun (lir-ilir; ngelilir) seperti padi yg baru ditanam, tumbuh, menjadi besar, berbuah dan dipanen. Mempelajari syari’at dan menjalankan rukun Islam yang lima supaya tidak sesat dan terjerumus kedalam ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
“…mumpung padhang rembulané, mumpung jembar kalangané.
yo surako surak hiyo.”



MAKNA LAGU LIR – ILIR *(Pencipta “Kanjeng Sunan Kali Jogo)

Lir-ilir, lir-ilir
tandure wis sumilir
Tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar
Cah angon-cah angon penekno blimbing kuwi
Lunyu-lunyu yo penekno kanggo mbasuh dodotiro
Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing pinggir
Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore
Mumpung padhang rembulane mumpung jembar kalangane
Yo surako… surak hiyo…

Lir-ilir, lir-ilir tembang ini diawalii dengan ilir-ilir yang artinya bangun-bangun atau bisa diartikan hiduplah (karena sejatinya tidur itu mati) bisa juga diartikan sebagai sadarlah. Tetapi yang perlu dikaji lagi, apa yang perlu untuk dibangunkan?Apa yang perlu dihidupkan? hidupnya Apa ? Ruh? kesadaran ? Pikiran? Terserah, yang penting ada sesuatu yang kita hidupkan.
tandure wus sumilir,
tanaman-tanaman sudah mulai bersemi,

Kanjeng Sunan mengingatkan agar orang-orang Islam segera bangun dan bergerak. Karena saatnya telah tiba. Bagaikan tanaman yang telah siap dipanen, demikian pula rakyat di Jawa saat itu (setelah kejatuhan Majapahit) telah siap menerima petunjuk dan ajaran Islam dari para wali.
Tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar,
demikian menghijau bagaikan gairah pengantin baru.
Hijau adalah simbol warna kejayaan Islam, dan agama Islam disini digambarkan seperti pengantin baru yang menarik hati siapapun yang melihatnya dan membawa kebahagiaan bagi orang-orang sekitarnya. Ada juga penafsiran yang mengatakan bahwa pengantin baru maksudnya adalah raja2 jawa yang baru masuk Islam.

Cah angon… cah angon… penekna blimbing kuwi :
Anak-anak penggembala, tolong panjatkan pohon blimbing itu,

Cah angon maksudnya adalah seorang yang mampu membawa makmumnya, seorang yang mampu “menggembalakan” makmumnya dalam jalan yang benar. Lalu,kenapa “Blimbing” ? Ingat sekali lagi, bahwa blimbing berwarna hijau (ciri khas Islam) dan memiliki 5 sisi. Jadi blimbing itu adalah isyarat dari agama Islam, yang dicerminkan dari 5 sisi buah blimbing yang menggambarkan rukun Islam yang merupakan Dasar dari agama Islam. Kenapa “Penekno” ? ini adalah ajakan para wali kepada Raja-Raja tanah Jawa untuk mengambil Islam dan dan mengajak masyarakat untuk mengikuti jejak para Raja itu dalam melaksanakan Islam.

Lunyu lunyu yo peneken kanggo mbasuh dodotira :
walaupun licin tetap panjatlah untuk mencuci pakaian

Dodot adalah sejenis kain kebesaran orang Jawa yang hanya digunakan pada upacara-upacara / saat-saat penting. Dan buah belimbing pada jaman dahulu, karena kandungan asamnya sering digunakan sebagai pencuci kain, terutama untuk merawat kain batik supaya tetap awet. Dengan kalimat ini Sunan memerintahkan orang Islam untuk tetap berusaha menjalankan lima rukun Islam dan sholat lima waktu walaupun banyak rintangannya (licin jalannya). Semuanya itu diperlukan untuk menjaga kehidupan beragama mereka. Karena menurut orang Jawa, agama itu seperti pakaian bagi jiwanya. Walaupun bukan sembarang pakaian biasa. Walaupun dengan bersusah payah, walupun penuh rintangan, tetaplah ambil untuk membersihkan pakaian kita. Yang dimaksud pakaian adalah taqwa. Pakaian taqwa ini yang harus dibersihkan.

Dodotira… dodotira… kumitir bedah ing pinggir :
Pakaian-pakaian yang koyak disisihkan

Pakaian taqwa harus kita bersihkan, yang jelek jelek kita singkirkan, kita tinggalkan, perbaiki, rajutlah hingga menjadi pakain yang indah ”sebaik-baik pakaian adalah pakaian taqwa“. Saat itu kemerosotan moral telah menyebabkan banyak orang meninggalkan ajaran agama mereka sehingga kehidupan beragama mereka digambarkan seperti pakaian yang telah rusak dan robek.

Dondomana jrumatana kanggo seba mengko sore :
Jahitlah benahilah untuk menghadap nanti sore

Seba artinya menghadap orang yang berkuasa (raja/gusti), oleh karena itu disebut ‘paseban’ yaitu tempat menghadap raja.Disini Sunan memerintahkan agar orang Jawa memperbaiki kehidupan beragamanya yang telah rusak tadi dengan cara menjalankan ajaran agama Islam secara benar. Pesan dari para Wali bahwa suatu ketika kamu akan mati dan akan menemui Sang Maha Pencipta untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatanmu. Maka benahilah dan sempurnakanlah ke-Islamanmu agar kamu selamat pada hari pertanggungjawaban kelak.

Mumpung padang rembulane, mumpung jembar kalangane :
Selagi sedang terang rembulannya, selagi sedang banyak waktu luang

Para wali mengingatkan agar para penganut Islam melaksanakan hal tersebut ketika pintu hidayah masih terbuka lebar, ketika kesempatan itu masih ada di depan mata, ketika usia masih menempel pada hayat kita. Selagi masih banyak waktu, selagi masih banyak kesempatan, perbaikilah kehidupan beragamamu dan bertaubatlah.

Yo surako surak hiyo :
Mari bersorak-sorak ayo…

Bergembiralah, semoga kalian mendapat anugerah dari Tuhan. Disaatnya nanti datang panggilan dari Yang Maha Kuasa nanti, sepatutnya bagi mereka yang telah menjaga kehidupan beragama-nya dengan baik untuk menjawabnya dengan gembira.